Minggu, 21 Oktober 2007

Balita Kita, Masa Depan Kita

Balita Kita, Masa Depan Kita

oleh: RIESTA FINDA FIRDYATAMA

Problema tentang gizi balita memang tidak bisa terlepas dari masalah pangan. Jika dalam suatu negara terdapat banyak sekali kasus kurang gizi, busung lapar, terutama pada balitanya, dapat dikatakan negara tersebut cukup jauh dari kemakmuran. Mengapa demikian? Yah! Jika dalam suatu negara, pemenuhan gizi terhadap balita saja masih sedemikian memprihatinkan, ah, bukan hanya peme nuhan terhadap gizi saja yang kondisinya masih sedemikian memprihatinkan, tetapi juga keadaan pangannya, Terbukti dengan adanya kasus-kasus busung lapar yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Kasus busung lapar yang menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun di Indonesia mencapai angka delapan persen. Sesuai dengan proyeksi penduduk Indonesia yang disusun Badan Pusat Statistik, tahun 2005 jumlah anak usia 0-4 tahun di Indonesia mencapai 20,87 juta. Itu berarti ada sekitar 1,67 juta anak balita yang menderita busung lapar. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), anak balita yang menderita busung lapar mencapai 10 persen dari total anak balita. Di NTB ada sekitar 498.000 anak balita. Dengan demikian, sekitar 49.000 anak balita di antaranya menderita gizi buruk atau bahkan busung lapar. (Kompas,Sabtu 28 Mei 2005). Dari sekelumit kasus ini saja dapat kita lihat bahwa keadaan pangan dan juga gizi balita memang sangat memprihatinkan, kalau keadaan pangan dan gizi balita saja sudah sedemikian ini, bagaimana dengan bidang yang lain? tentunya akan jauh lebih memprihatinkan bukan? Bagaimana kita bisa mengejar ketertinggalan, menciptakan inovasi teknologi-teknologi yang mutakir kalau problema tentang balita seperti ini saja masih selalu membelenggu Indonesia? Dan lagi balita juga individu-individu yang kelak akan menjadi penerus bangsa, tetapi di masa pertumbuhannya hanya berlumuran dan bermanikan kekurangan gizi bahkan busung lapar? Bagaimana kelanjutannya?

Indonesia, negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi, subur makmur, kaya raya, tapi jika kita melihat realita tentang keadaan masyarakatnya, terutama keadaan balitanya? Bisa dikatakan kita ini layaknya tikus-tikus bodoh yang mati kelaparan di lumbung padi. Betapa tidak? Tahun 1989, dengan jumlah penduduk 177.614.965 jiwa, terdapat 1.342.796 balita menderita gizi buruk. Tahun 2002, dari jumlah penduduk 208.749.460 jiwa, kasus gizi buruk pada balita menimpa 1.469.596 anak. (Kompas, Kamis 5 Februari 2004) Sungguh ironi! Di negeri yang sebegini kaya akan sumber Daya Alam,negeri agraris, negeri yang berkali-kali mengalami surplus beras, tapi mengapa kasus-kasus kekurangan gizi dan busung lapar pada balita masih begitu banyak terjadi?

Sedangkan dampak dari gizi buruk ini sendiri adalah indeks pembangunan manusia (HDI) yang rendah. Tahun 2003, misalnya, HDI Indonesia berada pada peringkat ke-112 dari 175 negara. Selain itu, dua balita meninggal setiap menit, 9,2 juta anak tidak sekolah atau putus sekolah, serta tingkat pendidikan masyarakat rendah. Saat ini 30 persen dari penduduk di 177 kabupaten/ kota tidak pernah atau putus sekolah. (Kompas, Kamis 5 Februari 2004). Sungguh memprihatinkan bukan?

Melihat kondisi yang sedemikin memprihatinkan, akankah kita tega membiarkan kondisi ini terus berlanjut? Atau bahkan makin berkembang? Tidak! Kita harus lakukan sesuatu. Bagaimanapun juga masalah balita adalah masalah negara. Balita adalah bibit-bibit penerus bangsa. Para intelek-intelek, tokoh masyarakat, atau presiden sekalipun dulunya juga mengalami balita bukan?

Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan menemukan sebuah konsep bagaimana menanggulangi masalah kekurangan gizi pada anak balita. Peneliti Puslitbang Gizi Bogor, Trintrin Tjukani Mkes menjelaskan, ada enam tahap dalam konsep yang diujicobakan melalui sebuah penelitian di Kabupaten Pandeglang Banten.
Pertama, pengorganisasian masyarakat. Kedua, pelatihan. Ketiga, penimbangan balita. Keempat, penyuluhan gizi. Kelima, pemberian makanan tambahan. Dan keenam, penggalangan dana.

Sedangkan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah kurang gizi ini sendiri antara lain :

1. Penjaringankasus balita gizi buruk
2. Pelayanan balita gizi buruk di puskesmas
3. Pelacakan balita gizi buruk dengan cara investigasi
4. Pelayanan balita gizi buruk di rumah tangga
5. Koordinasi Lintas Sektor dalam upaya penanggulangan balita gizi buruk

Untuk penjaringan kasus gizi buruk sendiri, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Antara lain

1) Mendatangi Posyandu atau rumah balita yang diduga menderita gizi buruk
2) Menyiapkan atau menggantungkan dacin pada tempat yang aman
3) Menanyakan tanggal / kelahiran anak
4) Menimbang balita
5) Mencatat hasil penimbangan
6) Menilai status gizi balita dengan indeks BB/U standart WHO-NCHS
7) Mencatat nama balita menderita gizi buruk
8) Membuat laporan KLB ke DKK. (www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1001578227,81523, - 20k)

Gizi buruk

Busung lapar

Kematian

Keterpurukan

Masa depan bangsa buram

Demikian tadi adalah hal-hal yang dapat dilakukan sebagai upaya penanggulangan terhadap kasus gizi buruk, utamanya gizi buruk terhadap balita. Mari kita semua bersama-sama berupaya untuk memberantas gizi buruk yang menimpa Indonesia. Masa depan Indonesia, adalah masa depan kita semua. Generasi kita, adalah masa depan kita. Ciptakan generasi yang berbobot untuk mewujudkan Indonesia yang gemilang di masa mendatang! Salah satunya dengan, berantas gizi buruk dan busung lapar yang menimpa balita mulai dari sekarang!!

balita




Tidak ada komentar: