Minggu, 21 Oktober 2007

MENGAPA INDONESIA HARUS IMPOR BERAS ?

MENGAPA INDONESIA HARUS IMPOR BERAS ?

Oleh : Zainal Arifin

Cadangan Beras Pemerintah

Komoditi beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Masalah beras bukan hal yang sederhana dan sangat sensitif sehingga penangannya harus dilakukan secara hati-hati. Kesalahan yang dilakukan dalam kebijaksanaan perberasan akan berdampak tidak saja pada kondisi perberasan nasional tetapi juga pada berbagai bidang lain yang terkait.

Bencana alam dan bencana sosial yang tidak dapat diprediksi ada di setiap tahun. Musim kering pada setiap tahun mengakibatkan sebagian masyarakat mengalami rawan pangan. Mereka butuh bantuan pangan (terutama beras). Pangan tersebut tersedia, namun akibat bencana tersebut, mereka tidak mampu memperolehnya, sebab tidak memiliki dana untuk membelinya.

Di sisi lain, pemerintah menetapkan Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) untuk komoditi gabah dan beras dengan tujuan untuk memberikan jaminan harga bagi produk pertanian yang dihasilkan petani. Ada masa panen dan masa paceklik dalam produksi ini. Pada waktu panen, gabah/beras melimpah di pasaran sehingga BULOG ditugaskan untuk menyerap sebagian hasil produksi petani melalui pengadaan dalam negeri sehinga harga gabah tidak terancam. Dan di waktu paceklik, produksi menurun, pasar kekurangan beras, BULOG ditugaskan untuk menambah suplai beras melalui operasi pasar. Dengan adanya penetapan HDPP, maka BULOG harus membeli gabah/beras sesuai HDPP. Sementara itu di pasar dunia, harga beras impor cenderung menurun dengan pelepasan stok yang cukup besar dari negara-negara produsen. Dengan lemahnya pengawasan terhadap impor, terjadi pemasukan impor beras ilegal yang tidak terkendali dengan harga yang lebih murah dibanding HDPP. Rendahnya harga beras di pasar dalam negeri dan terbatasnya kemampuan BULOG untuk menyerap kelebihan pasar (marketed surplus) mengakibatkan petani tidak lagi menikmati besarnya pendapatan yang sejalan dengan kenaikan harga-harga input produksinya. Beras impor telah menjadi penentu harga beras yang dominan. Dengan demikian, pasar yang diandalkan oleh petani adalah pengadaan BULOG. Namun BULOG sebagai institusi yang diperintahkan untuk mengamankan HDPP, mempunyai keterbatasan untuk membeli karena kecilnya penyaluran/outlet untuk beras yang ada di gudang BULOG.

Dengan pengadaan yang terkonsentrasi pada panen raya (periode Peb - Mei) dengan jumlah pengadaan 60% dari keseluruhan pengadaan, mengakibatkan beras yang telah masuk di gudang BULOG harus disimpan selama berbulan-bulan sebelum disalurkan. Relatif besarnya pemasukan saat panen terhadap penyaluran menyebabkan jumlah stok yang disimpan menjadi besar dan berpengaruh pada besarnya bunga yang harus dibayarkan oleh BULOG. Selain itu juga akan berakibat pada perubahan kualitas gabah/beras tersebut yang cenderung menurun.

Dalam rangka ketahanan pangan dan untuk situasi darurat (bencana alam dan bencana sosial), pemerintah perlu memiliki stok pangan (beras) yang dapat dengan segera didistribusikan. Selama ini, untuk keperluan darurat, pemerintah mengambil stok beras yang ada di BULOG. Pemerintah harus mengeluarkan dana untuk membayar beras tersebut. Hal ini menjadi tidak fleksible karena dana tersebut mungkin belum tersedia atau prosesnya lama sementara keadaan di lapangan menuntut kecepatan penyediaan beras. Untuk itu pemerintah perlu memiliki stok yang dapat setiap saat disalurkan sesuai keinginan, pemerintah dimana stok tersebut dikelola oleh BULOG sebagai sebuah institusi pemerintah yang selama ini telah menangani beras.

Dengan adanya stock di gudang BULOG banyak manfaat yang diperoleh baik untuk pemerintah, Institusi BULOG maupun masyarakat umum. Bagi pemerintah dengan adanya stock, pemerintah memiliki stok pada jumlah tertentu yang selalu tersedia setiap waktu dan setiap tempat. Dengan adanya stok tersebut, apabila sewatu-waktu pemerintah memerlukan seperti untuk mengatasi dampak bencana alam, bencana sosial, kelaparan/rawan pangan maupun untuk operasi, keamanan dalam rangka mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, hanya perlu menugaskan kepada BULOG untuk menyalurkan beras pada wilayah tertentu tanpa harus mengeluarkan dana. Dalam hal ini penugasan penyaluran beras tersebut dapat dikeluarkan oleh Menko Kesra.

Hilangnya Lahan Sawah

Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta ha di Jawa dan 0,62 juta ha di luar Jawa. Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52 juta ha di Jawa dan sekitar 2,7 juta ha di luar pulau Jawa, namun kenyataannya percetakan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan konversi, tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap beras impor. Selain itu, konversi lahan pertanian juga menyebabkan hilangnya berbagai multifungsi pertanian lainnya (selain ketahanan pangan), terutama fungsi lingkungan.

Lahan sawah mempunyai arti yang terpenting dalam menentukan ketahan pangan nasional. Ketahanan pangan meliputi aspek ketersediaan bahan pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan, dan keamanan pangan (food safety). Lebih dari 90% beras yang dikonsumsi di Indonesia dihasilkan di dalam negeri, dan sekitar 95% dari beras dalam negeri tersebut dihasilkan dari lahan sawah. Kekurangan kebutuhan beras selama ini dipenuhi dengan beras impor. Jaminan ketersediaan beras impor lebih rendah dibandingkan dengan ketersediaan beras di dalam negeri. Selain ditentukan oleh kondisi produksi dari negara pengekspor, hubungan bilateral antara negara pengekspor dengan Indonesia serta keamanan regional menentukan ketersediaan beras impor. Berbeda dengan beras di dalam negeri yang dihasilkan sampai di daerah terpencil, distribusi beras impor

lebih terbatas. Adanya impor tidak menjamin peningkatan aksebilitas penduduk di daerah terpencil terhadap beras, akan tetapi areal produksi beras yang tersebar lebih menjamin ketersediaan beras sampai kepelosok tanah air. Selain itu, jaminan keamanan (food safety) untuk bahan pangan yang diproduksi di dalam negeri mungkin lebih baik dibandingkan dengan pangan yang diimpor. Atau sekurang-kurangnya kita lebih mengerti bagaimana bahan pangan diproduksi di dalam negeri. Namun kita tidak tahu, pada lahan yang bagaimana beras impor diproduksi dan apakah sistem produksinya aman untuk kesehatan ?

Penulis : ZAINAL ARIFIN

Kelas XII IA 1

SMA NEGERI 2 SRAGEN

Jl. Anggrek No. 34 Sragen 57212

Telphone (0271) 891215

Tidak ada komentar: