PENURUNAN KUALITAS BAHAN PANGAN SIAPA YANG SALAH?
Cepatnya laju pertumbuhan penduduk Indonesia semakin tidak terkendali. Hal ini menimbulkan banyak permasalahan.
Kemiskinan
Meskipun sempat membaik perekonomian Indonesia, namun masalah kemiskinan tak kunjung terselesaikan bahkan semakin memburuk dengan meningginya harga bahan pangan dan rendahnya daya beli masyarakat.
Keterbelakangan
Masyarakat Indonesia mengalami keterbelakangan yang sangat memprihatinkan bahkan dalam pelayanan kesehatan, masing-masing individu masih sangat rendah. Masyarakat belum dapat memahami bagaimana kesehatan itu bisa terganggu dari makanan, minuman atau tempat tinggal.
Pengangguran
Padatnya penduduk Indonesia dengan lapangan pekerjaan yang minim dan skill yang tidak memadai menjadikan sebagian masyarakat Indonesia harus hidup sebagai pengangguran. Hal ini yang menjadi penyebab rendahnya daya beli masyarakat.
Kekurangan Modal
Modal yang besar sangat dibutuhkan untuk membuat suatu usaha. Sedangkan hasil pendapatan masyarakat perkapita rendah. Hal ini menjadikan sebagian dari masyarakat mengambil jalan pintas untuk mendapat hasil besar dengan modal yang minum dan kepercayaan masyarakat pun jadi taruhan. Contoh masalah ini adalah “Adanya Bakso Tikus”.
Ketidakmerataan Hasil Pembangunan
Jika diambil sebuah fakta, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa di Indonesia terjadi istilah “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Orang mampu mengaku miskin. Inilah kenyataannya sehingga orang mampu mendapat bantuan, orang miskin tidak.
Kelima masalah ini berujung pada satu masalah besar yang penurunan kualitas pangan yang berkaitan dengan penurunan kualitas kesehatan.
Dewasa ini berbagai penyakit baru muncul di Indonesia, mulai dari SARS hingga gizi buruk. Dari mana asalnya, bagaimana bisa terjadi dan bagaimana pencegahannya hanya menjadi informasi yang sia-sia disampaikan kepada masyarakat. Sikap acuh tak acuh masyarakat, mulai menghancurkan diri mereka sendiri yang mulai rentan terhadap penyakit.
Sikap acuh tak acuh dan kunsumtif dari masyarakat seakan-akan menjatuhkan diri sendiri dalam marabahaya atau dapat dikatakan seperti masuk ke kandang harimau. Masyarakat merelakan kesehatannya demi sesuatu yang tidak baik dan tidak disadari bahayanya. Padahal bahaya terhadap kesehatan itu sangat dekat yaitu pangan.
Kualitas pangan yang semakin merendah diproduksi oleh produsen dengan alasan menyesuaiakan dengan tingkat daya beli masyarakat. Bukan hanya makanan siap saji tapi juga bahan pangan mentah lainnya mengalami penurunan kualitas. Sebagai contoh buah-buahan, dicelupkan kedalam pengawet sejenis boraks yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit bagi konsumennya. Ikan, daging, ayam dan berbagai bahan makanan lainnya juga diberi pengawet sejenis dengan alasan lebih murah sehingga masyarakat dapat membeli dan produsen tidak mengalami kerugian dengan busuknya bahan makanan selama di perjalanan.
Sementara itu untuk bahan makanan siap saji, banyak zat-zat yang tidak baik untuk kesehatan didalamnya. Zat-zat berbahaya itu dapat menyebabkan penyakit yang akut jika dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Tidak hanya makanan, minuman pun mengandung zat-zat yang serupa.
Makanan dan minuman seperti inilah yang sedang ramai melanda masyarakat Indonesia, lalu siapa saja yang harus bertanggung jawab?
Jika dilihat dari satu sisi, pemerintah yang paling bersalah, mengapa? Hal ini telah jelas dalam pasal 33 ayat 3 yang berbunyi:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Ini merupakan teori yang baik dan benar. Namun, dalam prakteknya, pemerintah lebih menjadikan sebagai pembuat atau penghasil materi pribadi bukan untuk kemakmuran rakyat. Sebagai bukti ada oknum-oknum pemerintah yang terlibat dalam penebangan hutan secara liar. Sementara telah jelas fungsi hutan dalam masyarakat sangat besar.
Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa hasil bumi yang ada berada dalam pengawasan pemerintah termasuk lahan pangan mentah baik dari darat maupun laut. Jadi, sebagian dari tanggung jawab itu dipikul oleh pemerintah. Benar jika pemerintah diwakili Menteri Kesehatan pernah melakukan operasi pasar atau operasi lain yang bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan kualitas pangan. Namun, tidak pernah ada tindakan lebih lanjut setelah operasi dijalankan. Lagipula hal ini sangat jarang dilakukan dan operasi hanya berlaku di satu kawasan. Sehingga jelas sekali terlihat, pemerintah kurang peduli terhadap tugasnya untuk mengawasi kualitas pangan di Indonesia.
Jika dilihat dari sisi yang lain, maka masyarakatlah yang bersalah dan harus bertanggung jawab. Mengapa? Ada pepatah yang mengatakan “siapa yang menanam, maka dialah yang akan menuai”. Sikap acuh dan konsumtif masyarakat Indonesia menanamkan satu masalah dalam diri masing-masing individu yaitu bibit penyakit. Penyakit yang masih berupa bibit ini akan berkembang menjadi penyakit akut dan inilah yang akan dituai oleh masyarakat.
Jika masyarakat peduli dan tidak konsumtif maka Indonesia akan sehat makmur. Namun, karena sikap acuh tak acuh dan konsumti itu yang berkembang dalam masyarakat, maka tak bisa dielakkan penurunan bangsa Indonesia di bidang kesehatan dan kemakmuran.
Banyak fenomena atau kejadian yang menggambarkan ketidakpedulian dan sikap konsumtif masyarakat Indonesia. Diantaranya dapat dilihat jelas dalam kehidupan sehari-hari.
Di kalangan konsumen
Lebih memilih sesuatu yang praktis, tinggal menikmati dan murah. Jikalau memasak ataumembuat sendiri, lebih memilih satu kali (tidak terlalu matang). Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa distributor dan produsen tidak akan memberikan zat-zat berbahaya pada konsumen. Hal ini digambarkan dalam fenomena “Macetnya Jalan Raya saat Berbuka Puasa”.
Konsumen lebih memilih membeli makanan jadi dipinggir jalan daripada mengolah sendiri makanan berbuka puasa. Jika peduli pada kesehatan, maka ini tidak akan terjadi.
Di kalangan distributor
Demi menghilangkan kemungkinan mengalami kerugian yang besar, para distributor rela mengorbankan kepercayaan konsumen. Mencampurkan pengawet atau bahan lain yang tidak baik pada bahan pangan. Ada juga kemungkinan distributor tidak tahu kemungkinan yang terjadi jika mencampurkan zat itu. Namun, bukanlah itu semua menunjukkan ketidakpedulian distributor.
Di kalangan produsen
Pernah terjadi satu kasus keracunan yang melanda warga sebuah desa. Hal ini dikarenakan pencampuran bahan yang sudah kadaluwarsa oleh produsen kue yang dikonsumsi warga setempat.
Selain itu para produsen makanan ringan dalam jumlah yang besar juga memasukkan bahan kimia berbahaya dengan tujuan mencapai prinsip ekonomi, yaitu: mendapatkan untung/laba yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Jadi, didalam pengawasan mutu pangan di Indonesia dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat Indonesia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tanggung jawab ada di pundak semua anggota negara Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
Pokok dari semua masalah adalah pertambahan penduduk yang tidak terkendali.
Tanggung jawab pengawasan kualitas pangan di Indonesia ada di tangan masyarakat dan pemerintah Indonesia.
Untuk melakukan tugas pengawasan itu diperlukan kerjasama masyarakat dan pemerintah.
Saran:
Untuk pemerintah
Laksanakan amanat rakyat dengan menjalankan operasi secara rutin dan menyaluruh serta tindak lanjut yang cepat dalam menangani penurunan kualitas bahan pangan!
Untuk masyarakat
Teliti dalam mengonsumsi bahan pangan!
Perhatikan cara memasak, sudah menjamin matinya kuman atau belum!
Jangan terlalu sering mengonsumsi makanan siap saji!
Tingkatkan kepedulian terhadap kesehatan!
DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Eeng. 2004. Ekonomi Untuk SMA Kelas 1 (Kelas X). cetakan II: Grafindo Media Pratama
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
BIODATA PENULIS
Nama : ERINDA MATONDANG
Tempat/Tanggal Lahir : Solo, 07 Agustus 1991
Sekolah : SMA Negeri 02 Sukoharjo
Kelas : XI A 2
Alamat Rumah : Tegalan RT. 01/ RW. 01 Gedongan
Telp./HP : 0852 7580 7030
Telp. Sekolah : (0271) 711615
Tidak ada komentar:
Posting Komentar