k-05
Revitalisasi dan Rekonstruksi Pertanian
Sebagai Solusi Minimalitas Pangan di Indonesia
Pada tangal 11 Juni 2005, presiden SBY mencanangkan revitalisasi pertanian, khususnya sektor pangan (baca; beras) sebagai primary sector di Indonesia 1. Langkah ini diambil atas kausal pengimporan beras yang berasio lebih dari 10 % atau sekitar 631.000 ton beras atau 1,2 juta ton GKG dari konsumsi nasional 2. Dan didindikasikan akan mengalami lima kali lipat pada tahun 2010, bila tidak adanya resolusi efektif terhadap pertanian Indonesia yang kian terpuruk.
Kondisi ini semakin ironis bagi Indonesia, sebagai negeri agrarian ketika diketahui dari 49,9 juta penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002, sekitar 54 % diantaranya terdiri dari masyarakat petani 3. Implikasi dari minimalitas pangan di Indonesia semakin konkret (terlihat). Diantaranya pada awal tahun 2005, kelaparan kronis melanda 10 Kabupaten di Nusa Tenggara Timur, di Papua terdapat tujuh distrik di Kabupaten Yahukimo 55 orang meninggal dan 112 kritis akibat kelaparan 4. Di samping itu masih terjadi busung lapar dan gizi buruk yang menimpa 2 dari 1 juta bayi di Indonesia 5. Sedangkan implikasi yang paling kronis bagi Indonesia yaitu impor beras sebesar 631.000 ton dengan memakan anggaran APBN yang sangat besar.
Problematika tidak terhenti sampai di sini, kerugian juga terjadi pada rakyat Indonesia sendiri. Karena tidak mampu memaksimalkan hasil pertanian sedangkan SDA Indonesia sangat memadai, baik dari faktor lahan, tenaga, iklim, dan sebagainya. Sehingga konklusinya, jika minimalitas pangan (perbaikan pertanian) tidak segera di resolusi maka akibatnya semakin fatal. Karena mengingat pangan (baca: makanan pokok) merupakan kebutuhan primer dan mendesak.
Rumusan masalah
Elemen SDA sebagai modal utama Indonesia mencukupi. Sehingga problematika sekarang adalah program (cara) dalam rangka pencukupan bahkan swasembada beras di Indonesia.
Landasan teori
Oportunitas Indonesia sebagai negara sukses penghasil beras sangat besar, yaitu lahan sebesar 1.922.570 km2, curah hujan yang cukup, SDM yang cukup (semisal IPB, fakultas / jurusan pertanian dan wadah lain), tenaga yang cukup (70% dari penduduk Indonesia adalah petani) dan faktor lain.
Akan tetapi berdasarkan perspektif Pakpahan dkk. alumni IPB Bogor, oportunitas tersebut belum berperan secara maksimal dewasa ini dikarenakan strategi (program) pemerintah yang kurang efektif dan aplikatif 6. Solusi problematika seperti ini dapat digunakan studi historical approach / the methode of experience, mengingat keberhasilan Indonesia yang pernah enpat kali swasembada beras bahkan pada tahun 1984 mendapat penghargaan dari FAO, PBB atas hal tersebut. Di samping itu, eksistensi negara tetangga semisal Thailand, Vietnam dan lainnya yang sukses dalam hal ini. Sehingga Indonesia perlu untuk melakuakan flashback Indonesia lampau yang jaya dan negara tetangga yang berhasil.
Revitalisasi dan Rekonstruksi Pertanian
Secara konsepsi, definisi revitalisasi pertanian adalah kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontektual 7. Revitalisasi pertanian merupakan strategi reaplikasi program pemerintah yang telah sukses dalam hal pangan yang mana pernah dilakukan pemerintah sekitar tahun 1985. akan tetapi setelah itu pemerintah memprioritaskan industri daripada pertananian. Sehingga untuk mencapai kondisi yang seperti saat itu, maka perlu dicanangkan revitalisasi pertanian dan karena konteks dulu dan sekarang yang berbeda maka dibutuhkan rekonstruksi pertanian.
Sebagai langkah yang integratif dan efektif , maka diperlukan pelestarian program lama (revitalisasi) yang mendukung dan rekonstruksi program baru yang lebih baik pada program lama yang kurang relevan. Program tersebut secara sistematis sebagai mana poin-poin berikut ini
Intensifikasi pertanian yaitu program pemerintah dengan aplikasi panca usaha tani (pupuk, irigasi, bibit, pembasmian hama dan pengolahan lahan) 8. Pada era orde baru hal ini sangat digalakkan dan didukung misalnya dengan dana yang besar untuk subsidi pupuk, pestisida dan bibit unggul serta alat pertanian. Akan tetapi kondisi sekarang ini merupakan negasi dari kondisi pada waktu itu 9.
Target ekonomi yang harus dicanangkan. Hingga saat ini Indonesia tidak memiliki target pertanian yang jelas. Atau meskipun ada, target tersebut cenderung bias pada perhitungan teoritis dan kurang didasarkan pada keadaan riil masyarakat. Sehingga perlu sekali pencanangan target pertanian seperti di Thailand dan Vietnam.
Pengurangan jumlah petani yang terlibat. Menurut observator Krisnamurthi dan Pakpahan, salah satu faktor keterpurukan pertanian adalah ledakan jumlah petani dan penyempitan lapangan 10. Hal itu menyebabkan tenaga dan reputasi pertanian semakin rendah. Selain itu, dikandung maksud dengan pengalihan tenaga tersebut ke tenaga industri beras sehingga harga beras selalu stabil karena juga ditopang industri beras. Strategi seperti terealisasikan di Taiwan dan Jepang 11.
Kejelasan definisi petani. Menurut BPS 2004, petani adalah orang yang mengusahakan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian termasuk buruh tani. Padahal hal ini mengkondisikan reputasi pertanian semakin jelek dan opportunitasnya sebagai lading bisnis terlihat semakin kecil. Padahal secara faktual, bisnis pertanian (beras) cukup menjanjikan. Tetapi hingga kini masyarakat menyamakan petani dengan buruh tani yang sama-sama berpenghasilan rendah.
Konversi lahan pertanian (land reform). Sampai tahun 1985, konversi lahan pertanian mendek. Sedangkan konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian terus bertambah. Terutama dari tahun 1999 – 2002 yaitu sebesar 330.000 ha dan diprediksi 2002 ke atas semakin besar. Sehingga untuk peningkatan kualitas beras di Indonesia, harus diadakan perluasan wilayah persawahan. Hal seperti ini juga dilakukan di Thailand dan Vietnam. Hal ini juga didukung dengan lahan luas Indonesia yang belum digunakan.
Konklusi
Sebagai konklusi akhir, Indonesia memiliki opportunitas yang sangat besar untuk tidak impor beras bahkan sangat berpeluang besar untuk swasembada beras dengan catatan memiliki strategi yang efektif dan efisien. Sedangkan strategi tersebut telah dikenal di Indonesia yaitu revitalisasi dan rekonstruksi pertanian di Indonesia, sehingga hanya dibutuhkan jiwa yang konsekuensif dan aktif terhadap program tersebut untuk menciptakan Indonesia yang makmur.
Foot note
1Kompas,16 juli 2005
2Akatiga.2006.Jurnal Analisis Sosial.Vol 11. Bandung : Akatiga.
3BPS 2002
4Kompas, 12 Desember 2005
5Depkes RI tahun 2005
6Pak Pahan, H.Kartodiharjo dkk. 2005. Membangun Pertanian Indonesia : Bekerja,
Bermartabat & Sejahtera. Cetakan 2. Bogor: Himpunan Alumni IPB Bogor
7Kementrian Kordinator Bidang Perekonomian. 2005. Revitalisasi Pertanian
Perrikanan &Kehutanan Indonesia 2005 untuk Rakyat , TanahAir & Generasi
Mendatang. Jakarta : Menko Bidang Perrekonomian .
8Sutomo . A . 2004 . IPS Geografi SMA kelas II. Surakarta: Tiga Serangkai
9Hal Hill . 2000 .The Indonesian Economy. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
10Krisnamurti . 2004. Arti Penting Pertanian : Masa Lalu dan Masa Depan . Jakarta: PERHEDI.
11Hayami & Kikuchi .1981. Asian Village Economy at the Crossroads. Tokyo: University of Tokyo Press . p.275 )
12Moniaga ,S .1993 .Toward Community based Farestri and Recognition of Adat
Property Right in the Outer Islands of Indonesian . Honolulu : East West Center
Program on Enviroment . pp .131-150.
BIODATA PENULIS
Nama : Kholiq Abdullah
Tempat/Tgl lahir : Kab. Semarang, 16 Juni 1990
Alamat : Asrama Pelajar MAPK IAI
Jl. Sumpah Pemuda no. 31, Kadipiro
Sekolah : MAPK IAI Surakarta
Jl. Sumpah Pemuda no. 31, Kadipiro
Kelas : XII PK Putra
Pengalaman Organisasi:
Dept. Perpustakaan rayon OPPK MAPK Surakarta
Koordinator NonFiksi FLP Cabang MAPK Surakarta
Dept. Bahasa OPPK MAN I Surakarta
Bendahara MPTQ Al-Ihsan Periode 2005/2006
Prestasi:
Juara II Menulis Artikel CPI MAPK Surakarta
Juara harapan I Menulis Artikel se Eks karisidenan Surakarta UMS Surakarta
Juara I LKTI se Eks karisidenan Surakarta STAIN Surakarta
Juara harapan I LKTI se Jawa Tengah UNNES Semarang
Finalis LKTI tingkat Jawa Young Java Scienst Event 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar